‎Jejak Zurriyat Nabi di Dairi, Mungkinkah?

‎Di sebuah bukit sunyi di Sidiangkat, Sidikalang, berdiri sekumpulan batu nisan kuno bergaya Aceh. Dikenal sebagai Batu Aceh, kompleks makam ini menyimpan kisah misterius tentang marga Angkat, salah satu marga tua yang bermukim di kawasan Dairi, Sumatera Utara. Tak sekadar situs pemakaman biasa, tempat ini diduga punya hubungan kuat dengan jejak dakwah Islam awal di pedalaman Batak.
‎Terdapat 25 batu nisan berbentuk khas Aceh berdiri di sana, beberapa bertuliskan aksara Arab, sebagian lainnya nyaris tergerus waktu. Satu di antaranya berbentuk lesung batu, menandakan simbol tersendiri di masanya. Situs ini dikelilingi pagar besi, seakan menjaga rahasia leluhur yang hingga kini belum sepenuhnya terungkap.
‎Menurut penuturan M Angkat, seorang warga keturunan langsung di wilayah itu, Batu Aceh tersebut berasal dari Aceh. Ia dibawa sebagai tanda persahabatan antara seorang Raja Aceh dengan tokoh bernama Abdul Mulia Angkat. Kisah ini diwariskan turun-temurun, meski catatan resminya masih sulit ditemukan dalam literatur sejarah arus utama.
‎Legenda lokal menyebut, Abdul Mulia Angkat diberi pilihan antara kerbau atau batu oleh Raja Aceh. Secara mengejutkan, ia memilih batu sebagai simbol abadi persahabatan dan dakwah. Keputusan itu menandakan bahwa Abdul Mulia bukanlah tokoh sembarangan. Ia dipercaya sebagai penyebar awal Islam di kawasan Sidiangkat.
‎Meski tak tercatat dalam kronik besar kerajaan, posisi Abdul Mulia Angkat diduga cukup terhormat. Hubungan langsung dengan Raja Aceh, di masa ketika Aceh merupakan kekuatan maritim terbesar di Barat Nusantara, bukanlah hal sepele. Nama Abdul Mulia pun menyiratkan kehormatan dan kedekatan dengan tradisi keagamaan.
‎Sejarawan lokal hingga kini masih mempertanyakan siapa Raja Aceh yang dimaksud. Apakah ia penguasa dari Kutaraja (sekarang Banda Aceh), atau justru dari Singkil, Trumon, atau kerajaan-kerajaan kecil lain di sepanjang pesisir barat Sumatra? Masing-masing memiliki sejarah relasi dengan Pakpak Bharat dan Dairi.
‎Sejarah mencatat kedekatan leluhur Pakpak dengan Aceh sudah lama berlangsung. Saat Raja Koser Maha dan panglima Selimin terdesak serangan Belanda di Dairi, bantuan datang dari Sultan Singkil, Sutan Daulat. Ini menegaskan bahwa hubungan diplomatik dan kekerabatan antara Dairi dan Aceh bukan isapan jempol.
‎Dalam naskah kuno Hikayat Meukuta Alam, Sultan Aceh bahkan dikisahkan pernah mengangkat Sisingamangaraja sebagai khalifah di tanah Batak. Ini menunjukkan betapa wilayah Batak kuno, termasuk Dairi, pernah menjadi bagian penting dari jaringan dakwah Islam Aceh.
‎Tak hanya itu, Sultan Aceh juga dikenal mengangkat para Raja Sienambelas di Singkil. Pola pengangkatan ini khas dunia Islam, di mana seorang khalifah atau sultan menunjuk perwakilan wilayah. Tradisi ini menyiratkan bahwa tokoh-tokoh di kawasan tersebut memiliki hubungan darah atau setidaknya ikatan keagamaan yang kuat.
‎Pertanyaan pun muncul: mungkinkah Marga Angkat, khususnya Abdul Mulia Angkat, memiliki garis keturunan Zurriyat Nabi SAW? Atau setidaknya berasal dari golongan pengikut Said atau Sidi — gelar bagi keturunan Nabi atau orang suci dalam tradisi Islam.
‎Menariknya, wilayah Sidiangkat bisa ditulis "Sidi Angkat". Dalam tradisi Minangkabau, sebutan "Sidi" adalah bentuk lokal dari "Sayyid", gelar untuk keturunan Nabi. Jika dikaitkan, ini bisa membuka hipotesis tentang asal-usul marga tersebut yang selama ini terlupakan.
‎Di sisi lain, daerah ini juga kaya situs kuno. Lae Meang, sebuah pemakaman di Pakpak Bharat, diperkirakan berusia lebih dari 1200 tahun. Bukti bahwa daerah Dairi dan Pakpak Bharat sejak dulu menjadi jalur penting perdagangan dan penyebaran agama.
‎Kawasan ini terkoneksi langsung dengan Barus dan Singkil, dua pelabuhan kuno yang sejak abad ke-7 menjadi pusat perdagangan rempah dan kemenyan. Para saudagar Arab dan Persia banyak berdatangan, menyebarkan agama Islam serta meninggalkan jejak-jejak makam kuno.
‎Keberadaan situs pemakaman ulama di Barus, makam para wali di Singkil, serta situs Bongan di Tapteng memperkuat dugaan ini. Batu-batu nisan bercorak serupa di berbagai lokasi menunjukkan satu jaringan budaya dan spiritual yang luas.
‎Batu Aceh di Sidiangkat bisa jadi adalah salah satu sisa jaringan itu. Jika benar, maka leluhur Marga Angkat, khususnya Abdul Mulia Angkat, bisa saja bagian dari keturunan Zurriyat Nabi atau pengikut dekatnya yang menyebarkan Islam di pedalaman Batak.
‎Hingga kini, kisah ini tetap misteri. Namun keberadaan makam tua, hubungan historis dengan Aceh, serta gelar-gelar lokal yang berkonotasi Islami, membuka ruang bagi penelitian lebih dalam tentang asal-usul Marga Angkat.
‎Sejarah kerap tersembunyi di balik cerita rakyat dan nisan tua. Barangkali, suatu saat penggalian arkeologis dan kajian manuskrip kuno bisa mengungkap siapa sebenarnya Abdul Mulia Angkat dan apakah darah keturunan Nabi SAW pernah mengalir di Dairi.


1. https://www.ninna.id/5-peninggalan-bersejarah-di-kecamatan-sidikalang-dairi/

2. https://kbaa.blogspot.com/2025/03/binanga-di-subulussalam-aceh-mata.html?m=1

3. https://www.facebook.com/share/p/1AJqHBvo8h/?mibextid=oFDknk

4. https://www.facebook.com/share/p/18xsigocg2/
‎Jejak Zurriyat Nabi di Dairi, Mungkinkah? ‎Jejak Zurriyat Nabi di Dairi, Mungkinkah? Reviewed by marbun on May 22, 2025 Rating: 5

No comments